Jakarta — Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) memberikan apresiasi kepada pemerintah, khususnya Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia, atas keberhasilan menurunkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 1447 H / 2026 M sebesar Rp2 juta dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini dinilai sebagai langkah nyata yang berpihak kepada umat dan mencerminkan keberhasilan reformasi kelembagaan di bidang tata kelola penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia.
Berdasarkan data resmi yang dirilis melalui akun Instagram @kemenhaj.ri, rata-rata BPIH 2026 ditetapkan sebesar Rp87.409.365 per jamaah reguler, turun dari Rp89.410.259 pada tahun 2025. Dari jumlah tersebut, jamaah hanya diwajibkan membayar Rp54.193.807, atau lebih rendah sekitar Rp1.237.944 dibanding tahun sebelumnya. Sementara sisanya, yakni sebesar Rp33.215.559, ditanggung melalui dana nilai manfaat haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Ketua Umum PP KAMMI, Muhammad Amri Akbar, menyampaikan bahwa kebijakan ini merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk menghadirkan kebijakan keagamaan yang tidak hanya berorientasi pada efisiensi birokrasi, tetapi juga pada keberpihakan terhadap kemampuan ekonomi masyarakat.
“Dengan biaya haji yang kini hanya sekitar Rp54 juta per jamaah, dan bagi yang telah menyetor DP Rp25 juta cukup melunasi sekitar Rp29 juta, pemerintah telah menunjukkan keberpihakan yang nyata kepada masyarakat luas. Langkah ini bukan hanya soal nominal, tetapi soal niat dan keberpihakan dalam mengelola amanah umat,” ujar Amri, Jumat (31/10).
Amri menilai penurunan biaya haji ini menunjukkan bahwa reformasi kelembagaan dan tata kelola pelayanan ibadah haji yang dilakukan pemerintah mulai menunjukkan hasil konkret. Menurutnya, transformasi kelembagaan melalui pembentukan Kementerian Haji dan Umrah terbukti efektif dalam meningkatkan transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan biaya ibadah yang selama ini menjadi sorotan publik.
“Sebelumnya, banyak masyarakat mengeluhkan kompleksitas dan ketidakjelasan dalam pengelolaan biaya haji. Namun kini, dengan adanya perbaikan kelembagaan, sistem informasi yang lebih transparan, dan pengawasan publik yang diperkuat, arah pengelolaan haji menjadi lebih sehat dan profesional,” jelas Amri.
Lebih lanjut, PP KAMMI juga menyampaikan dukungan terhadap program Umrah Mandiri yang saat ini tengah digagas oleh pemerintah. Menurut Amri, kebijakan ini merupakan terobosan penting yang dapat membuka ruang partisipasi masyarakat untuk beribadah secara lebih fleksibel dan mandiri, tanpa harus sepenuhnya bergantung pada biro perjalanan besar. Namun, kebijakan ini tetap perlu dijalankan dengan prinsip kehati-hatian dan pengawasan ketat agar tidak menimbulkan potensi penyalahgunaan.
“Kebijakan Umrah Mandiri dapat menjadi bentuk pemberdayaan masyarakat. Masyarakat diberikan keleluasaan untuk mengatur perjalanan ibadahnya sendiri, namun pemerintah tetap harus memastikan adanya sistem bimbingan, edukasi, dan perlindungan yang kuat. Kemandirian jangan sampai dimaknai sebagai pelepasan tanggung jawab negara, tetapi justru menjadi sarana peningkatan kualitas ibadah umat,” tegasnya.
PP KAMMI menilai bahwa kombinasi antara penurunan biaya haji dan kebijakan umrah yang lebih terbuka menandai arah baru dalam pengelolaan pelayanan ibadah umat Islam di Indonesia. Kebijakan ini sekaligus membuktikan bahwa negara hadir untuk memudahkan urusan umat, bukan sekadar menjadi regulator administratif.
Amri juga menyoroti pentingnya penguatan digitalisasi sistem layanan haji dan umrah. Menurutnya, dengan meningkatnya jumlah jamaah setiap tahun dan kompleksitas proses administrasi, digitalisasi menjadi keharusan agar transparansi dan efisiensi semakin meningkat.
“Digitalisasi adalah keniscayaan. PP KAMMI mendorong agar seluruh proses pendaftaran, pelunasan, hingga monitoring pelayanan haji dan umrah berbasis sistem digital yang terintegrasi. Dengan begitu, jamaah dapat memantau secara langsung dan publik bisa mengawal transparansi dana haji,” tambahnya.
Selain itu, Amri menekankan bahwa pengelolaan dana umat seperti dana haji dan nilai manfaatnya harus terus dijaga akuntabilitasnya. Ia mengingatkan pentingnya sinergi antara Kementerian Haji dan Umrah, BPKH, serta DPR RI dalam memastikan agar seluruh penggunaan dana umat benar-benar sesuai dengan prinsip syariah, transparan, dan berorientasi pada kemaslahatan.
“Kepercayaan publik terhadap lembaga pengelola dana keagamaan adalah aset moral yang sangat berharga. Karenanya, setiap kebijakan dan laporan keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada masyarakat,” ujarnya.
Di akhir, Ketua Umum PP KAMMI menegaskan bahwa pihaknya akan terus memberikan dukungan terhadap kebijakan publik yang berpihak pada umat, khususnya dalam bidang keagamaan dan pelayanan sosial. PP KAMMI juga berkomitmen untuk terus mengawal proses perbaikan tata kelola haji dan umrah sebagai bagian dari gerakan mahasiswa yang peduli terhadap kemaslahatan umat.
“Kita semua mendukung setiap kebijakan yang baik untuk masyarakat. Pemerintah perlu terus menjaga arah kebijakannya agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh umat secara luas,” tutup Amri.





