Haji 2026: Ujian Serius Kementerian Haji dan Umrah dan Taruhan Besar Kepemimpinan Nasional

Jakarta — Ketua Harian Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI), Fathiyakan, menyatakan bahwa Pelaksanaan Ibadah Haji Tahun 2026 akan menjadi titik kritis dalam sejarah pengelolaan haji Indonesia. Tidak hanya sebagai agenda rutin keagamaan tahunan, tetapi sebagai ujian kredibilitas negara dalam mengelola amanah umat yang sangat besar dan sensitif.

Dua tahun terakhir, penyelenggaraan ibadah haji Indonesia diwarnai oleh berbagai persoalan serius. Mulai dari buruknya tata kelola, lemahnya koordinasi, ketidaksiapan sistem, hingga munculnya indikasi kuat penyimpangan dan dugaan praktik korupsi yang sebagian kasusnya masih berjalan dalam proses hukum. Akibatnya, kepercayaan publik sempat terkikis, dan jamaah menjadi pihak paling dirugikan.

Bacaan Lainnya

“Fakta ini tidak bisa disangkal atau ditutup-tutupi. Penyelenggaraan ibadah haji sempat menunjukkan wajah yang jauh dari harapan. Maka Haji 2026 bukan lagi sekadar agenda tahunan, melainkan momentum pembuktian: apakah Indonesia benar-benar mampu berbenah, atau justru mengulang luka yang sama,” tegas Fathiyakan.

Ia menegaskan, kelahiran Kementerian Haji dan Umrah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto adalah sebuah keputusan besar, strategis, dan berani. Namun keputusan besar selalu berbanding lurus dengan tanggung jawab besar.

Berhasil atau gagalnya pengelolaan Haji 2026 akan menjadi cermin awal, bahkan penentu, kepercayaan publik terhadap arah kepemimpinan Presiden Prabowo dan legitimasi pembentukan Kementerian Haji dan Umrah itu sendiri.

“Jika Haji 2026 berjalan dengan tata kelola yang lebih rapi, pelayanan yang manusiawi, transparansi yang jelas, dan jamaah terlayani dengan bermartabat, maka ini akan menjadi bukti kuat bahwa keputusan Presiden membentuk kementerian khusus adalah langkah tepat.

Namun, jika kembali terjadi kekacauan, kebocoran anggaran, permainan kuota, atau penyimpangan kewenangan, maka yang dipertanyakan bukan hanya kementerian ini, melainkan keseriusan negara dalam menjaga amanah umat dan arah reformasi di era baru kepemimpinan nasional.”

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa penyelenggaraan Haji 2026 harus dikawal dari hulu ke hilir secara serius, terbuka, dan partisipatif oleh seluruh elemen bangsa.

“Tahapan seleksi PPIH tidak boleh lagi menjadi ajang titipan dan formalitas. Persiapan teknis di dalam negeri harus profesional. Pelayanan di Tanah Suci harus terintegrasi, manusiawi, dan terukur. Proses pemulangan pun harus tertib dan bermartabat. Ini bukan kerja satu lembaga, ini tanggung jawab nasional.”

PP KAMMI menyerukan seluruh elemen masyarakat sipil, organisasi keumatan, tokoh agama, akademisi, mahasiswa, dan media untuk tidak hanya menonton dari jauh, tetapi ikut aktif mengawal dan mengawasi proses penyelenggaraan haji.

“Haji 2026 akan dicatat dalam sejarah, apakah sebagai titik balik kebangkitan tata kelola haji Indonesia, atau justru sebagai pengingat pahit bahwa kita gagal belajar dari kesalahan. Kami memilih untuk percaya, tapi dengan satu syarat: negara harus bekerja, bukan sekadar berjanji,” tutup Fathiyakan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *